Menghargai Sejarah Agar Lebih Berkah
Dahulu, ketika Abah (KH. Ma'sumuddin) dan ma' Eyang (Hj. Siti Rahmah) masih ada, tahun 1980-an (semoga keduanya selalu ada dalam lindungan dan naungan-NYA di akhirat), al-Kiram merupakan pusat pengajian anak-anak, remaja, ibu-ibu dan bapak-bapak. Dari mulai wilayah Gg. Nadi (sekarang RW 08) hingga Padakasih (sekarang kel. Cibeber). Subhânallâh, dengan kwantitas santri yang sangat banyak dan ustadz-ustadzah yang berpengalaman serta kajian ilmu yang tertata baik serta sistem pembinaan dan pembangunan yang rapi.
Sekarang murid-murid Abah (KH. Ma'sumuddin) sudah menjadi tokoh, figur dan sosok yang tak asing lagi di telinga kita. Ada Pak Ustadz Jaelani, Pak Ustadz Iin Sutarna, Teh Mimin, Teh Isop Almarhumah (semoga Iman Islamnya diterima di sisi Allah SWT). Dengan niat dan pengabdian yang ikhlas dari mereka serta ilmu yang diberikan kepada anak didiknya, Al-Kiram jadi lebih memberikan manfaat kepada berbagai kalangan dalam kajian-kajian keislaman.
Santriwan dan santriwati selalu semangat untuk mengikuti pengajian sore khusus untuk anak-anak, itu terpancar dari keceriaan mereka, walaupun dengan fasilitas yang seadanya, tidak ada SPP, Tidak ada kursi dan bangku, dalam satu ruangan madrasah yang sangat besar, tanpa sekat dan kelas, dukungan orangtua yang sangat antusias, tapi itu tidak menjadikan semangat ustdadz-ustadzah surut.
Jika mengingat jaman “breto” semua santri pakai sarung, sebelum ngaji sarung dipake main batman-batman-an, buku dibawa pakai "kantong kresek" kadang sandal-pun sisirangan, pa - sampeur-sampeur dari Padakasih sampai Gg. Nadi. Kemudian, mukena dibuat dari sarung-sarung “emak” mereka, tapi justru dengan sisi inilah, mereka menjadi lebih kreatif dan lebih menghargai serta silaturrahmi yang sangat kuat .
Kondisi tadi nampaknya tidak akan teralami anak sekarang, dengan fasilitas yang serba matching dan catching dari atas sampai bawah. Mulai dari sarung yang jadi rok modis, tas dengan merk yang lagi ngentrend, sandal sisirangan bukan karena salah pake tapi karena model, berangkat ngaji di antar pake motor dll, mudah-mudahan kondisi ini lebih memberikan berkah yang tak ternilai pada siapapun yang mengalaminya.
Para ustadz dan ustadzah tidak hanya mengajar tapi mereka juga belajar dan tergabung dalam kumpulan pengajian dengan pemuda pemudi wilayah sekitar dengan Figur guru tunggal yaitu Abah (KH. Ma'sumuddin), dengan pengajaran metode salafiyah, Abah (KH. Ma'sumuddin) mengajarkan kitab Safînah, Jurûmiyah, Tijân dll. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. aamiin [el-Hafs].